Kamis, 19 Januari 2017

SYI’AH RAFIDHAH



SYI’AH RAFIDHAH

Telah dijelaskan bahwa Syiah Ali generasi awal adalah kaum muslimin yang lurus, bersih dan selamat karena berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah dan tidak merendahkan keutamaan para sahabat rasulullah. Mereka juga tidak menuding para sahabat kafir. Namun seorang tokoh syiah modern, Abdul Husain Al-Musawi mengklaim bahwa sekelompok sahabat Nabi yang dia sebut namanya itu adalah para tokoh yang menjadi teladan kaum syiah masa kini.(18) Padahal aqidah para sahabat itu bersifat loyal kepada empat khulafa’ rasyidin, dan tidak berlepas diri dan tidak mencaci ‘As-Syaikhain (Abu Bakr dan Umar bin Khathab). Dalam perkembangan selanjutnya, syiah Ali yang murni ini tidak bertahan lama  dan pada abad berikutnya menjadi sarang persembunyian para musuh, dan para pendengki islam yang hendak berbuat makar terhadap islam dan kaum muslimin.
Secara umum Rafidhah adalah kelompok islam yang berdusta mendukung Ahlul Bait dan salah mempersepsikannya, dengan menolak Abu Bakr, Umar dan sebagian besar sahabat Nabi, disertai sikap mengkafirkan dan mencaci mereka karena diklaim bahwa para sahabat telah mengingkari dan menentang nash wasiat penunjukan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah pasca Rasulullah.
Abu al-Qasim al isfahani yang berjuluk Qiwamus Sunnah, ar-Razi, as-Syahrastani dan ibnu Taimiyah menguatkan asal muasal istilah Rafidhah untuk Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah adalah karena adalah penolakan mereka terhadap Zaid bin Ali Zaina Abidin bin Al-Husain (79-122 H) yang tetap memuliakan Abu Bakr dan Umar pada saat pengikutnya meminta beliau untuk mencela dan menista keduanya, sehingga menyebabkan mereka berpaling meninggalkan beliau. Saat itu terlontarlah ucapan beliau kepada mereka, “kalian telah menolakku (rafadhtumuni).” (19) karena ucapan Zaid bin Ali itulah lahir istilah populer ‘Rafidhah’ bagi kelompok Syiah yang menolak Abu Bakr dan Umar danmencaci keduanya.
Adapun Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari berpendapat sebab Syiah Imamiyah dinamakan Rafidhah adalah karena penolakan mereka terhadap kepemimpinan (imamah) Abu Bakr dan Umar. (20) Pendapat ini selaras dengan jawaban imam syafi’I (w.204 H) ketika ditanya tentang hakikat Murji’ah, Rafidhah dan Qadariyah oleh murid beliau yaitu Imam Al-Buwaithi bahwa, “siapa yang mengatakan iman cukup dengan perkataan maka dia Murji’ah, siapa yang mengatakan Abu Bakr dan Umar bukan imam yang sah maka dia (syiah) Rafidhah, dan siapa yang mengatakan perbuatan manusia bergantung pada kehendaknya semata maka dia adalah Qadariyah.” (21)  
Dari latar belakang sejarah itulah maka Ahlussunnah, Syiah zaidiyah da Ibadhiyah menyematkan label ‘Rafidhah’ ini untuk syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah dan Syiah Ismailiyah. (22)
Oleh sebab identifikasi rafidhah dalam diri mereka ini, kaum syiah imamiyah enggan disebut dengan istilah itu dan lebih suka di sebut syiah saja. Hal itu bertujuan untuk mengelabuhi umat islam bahwa mereka sama dengan syiah Ali generasi awal. Bagi syiah, sebagaimana di tulis Muhsin Al-Amin, laqab Rafidhah adalah julukan buruk untuk orang yang mendahulukan Ali dalam soal khilafah dan banyak di gunakan untuk maksud mendiskreditkan dan membenci mereka. (23)
Para ulama pakar prbandingan aliran islam mencatat bahwa syiah itu ada 3 jenis golongan :
Pertama, SYIAH GHALIYAH atau GHULAT yang berpandangan ekstrim seputar Ali bin Abi Thalib sampai pada taraf menuhankan Ali atau menganggabnya nabi. kelompok ini sangat jelas kesesatan dan kekafirannya.
Kedua, SYIAH RAFIDHAH yang mengklaim adanya nash /teks wasiat penunjukan Ali sebagai khalifah dan berlepas diri dari dan bahkan mencaci dan mengkafirkan para khalifah sebelum Ali dan mayoritas para sahabat nabi. kelompok ini telah meneguhkan dirinya ke dalam sekte Imamiyah Itsna ‘Asyariyah dan Ismailiyah . Golongan ini di sepakati kesesatannya oleh para ulama’, tapi secara umum tidak mengkafirkan mereka.
Ketiga, SYIAH ZAIDIYAH yaitu pengikut Zaid bin Ali Zainal Abidin yang mengutamakan Ali atas sahabat yang lain dan menghormati serta loyal kepada Abu Bakr dan Umar sebagai khalifah yang sah. (24)
Umumya ulama’ sunni menerima madzhab Zaidiyah terutama dalam fikih dan hadits seperti penerimaan kitab Naylu al-Awtar (Syarh Hadits) dan Irsyad al-Fuhul (ushul Fikh) karya imam Syaukani dan Subul as-Salam Syarh Bulughul Maram karya Imam Ash-Shan’ani. Tetapi tokoh sunni seperti Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri sekaligus Rais Akbar Nahdhatul Ulama’ (NU), menolaknya dan menyatakan madzhab Imamiyah dan Zaidiyah keduanya tidak sah diikuti umat islam dan tidak boleh di pegang pendapatnya sebab mereka ahli bid’ah. (25)
Oleh karena itu kita mesti membedakan istlah syiah secara umum dengan Rafidhah secara khusus. Setiap Rafidhah adalah syiah ekstrim yang telah mencaci bahkan mengkafirkan Abu Bakr dan Umar, sehingga tidak ada syiah Rafidhah yang dianggap moderat oleh para ulama’ salaf . syiah moderat adalah syiah Ali pada generasi sahabat dan tabi’in yang berjuang  bersama Amirul Mukminin Ali dimana mereka tidak pernah bersikap ekstrim dalam memandang kedudukan Ali dan tidak pula mengutamakan Ali atas Abu Bakr dan Umar.
Syiah moderat (yang tidak beraqidah Rafidhah) riwayatnya dapat diterima oleh para ulama hadits, tapi tidak demikian halnya jika seorang perawi hadits tergolong syiah Rafidhah yang menolak, mencaci dan mengkafirkan Abu Bakr dan Umar serta mendakwahkan ajaran itu, pasti di tolak riwayatnya. (26)
1.       Lihat Abdul Husain al-Masawi, isu-isu penting Ikhtilaf Sunnah-Syiah, (Mizan dan Al-Huda, 2002) hal.205-214. Penulis buku itu adalah juga penulis buku ‘Al-Murajaat’ yang diterjemahkan dan di cetak oleh penerbit Mizan di Indonesia berjudul “Dialoq Sunni-Syiah”, yang digambarkan dialog surat menyurat antara dia dengan Syaikul Azhar Mesir, Salim Al-Bisyri. Semua dialog Syaikhul Azhar dalam buku itu adalah palsu dan fiktif, karena tidak ada bukti-bukti otentik korespondensi anatara keduanya, menggambarkan Syaikh Salim sebagai orang bodoh dan tidak bisa menyanggah padahal beliau adalah ahli hadits dan ahli fiqih madzhab Maliki, dan buku itu baru di cetak pertama kali sejak 20 tahun setelah wafatnya Syaikh Salim Al-Bisyri. Lihat Prof. Dr. Ali Ahmad As-Salus, Ensiklopedi Sunnah-Syiah, (Pustaka al-Kautsar, 2011) hal.248-249.
2.       Lihat al-Hujjah fi bayani al-Mahajjah, vol.2/478, I’tiqat Firaq al-Muslimin wa al-Musyrikin, hal.52, al-Milal wa an-Nihal, vol.1/155, minhaj as-Sunnah, vol.1/8 dan majmu’ al-Fatawa, vol.13/36
3.       Lihat Maqalat al-Islamiyyin, vol.1/89
4.       Lihat adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’, vol.10/31
5.       Lihat minhaj as-Sunnah, vol.1, hal.35, lihat juga Khawarij dan Syiah dalam timbangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, hal.146-147
6.       Lihat A’yanu as-Syiah, vol.1/20
7.       Lihat Dr. Ali Muhammad As-Shallabi, Khawarij dan Syiah dalam timbangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, (Pustaka Al-Kautsar, 2011) hal.146
8.       Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari, Risalah fi Ta’akud al-Akhdzi bi al-Madzahib al-Arba’ah, (Jombang: Maktabah At Turots Al-Islami), hal.29 teks Arabnya:

و ليس مذهب في هذه الأزمنة المتأخرة بهذه الصفة إلا المذاهب الأربعة, اللهم إلا مذهب الإمامية و الزيدية و هم أهل البدعة لا يجوز الإعتماد على أقاويلهم. اه (الشيخ محمد هاشم أشعري, رسالة في تأكد الأخذ بمذاهب الأئمة الأربعة, ص 92)

Lihat Syamsuddin Adz-Dzahabi, Mizan al-I’tidal, vol.1/5, Lisan al-Mizan, vol.1/9, dan Tarikh al-Islam, hal.55. kriteria tersebut dinyatakan oleh al-Dzahabi ketika menjelaskan sosok perawi bernama Aban bin Taghlib (w.141 H), meski ia syiah tetapi riwayatnya diterima oleh ulama ahli hadits seperti Imam Muslim, Abu Dawud dan An-Nasa’I, karena ia di nilai moderat dan tidak beraqidah Rafidhah yang menista dan mengkafirkan Abu Bakr dan Umar. Ibnu Hajar Al-‘Askolani berkata, dia tsiqah ada sedikit tasyayu’, berada di tingkat ke 7. Lihat taqrib at-Tahdzib, vol.1/30. Demikian halnya dengan sosok Syarik bin Abdillah (95-178 H) diterima riwayatnya karena tidak beraqidah Rafidhah. Bandingkan dengan pernyataan Abdul Hussain al-Musawi dalam kitab al-Muraja’at “Dialog Sunnah-Syiah” (cet. Majma’ Alami li Ahlibayt, Qom Iran, Tahun 1416 H) yang menyebut kedua orang itu dalam 100 perawi Syiah dalam jalur sanad ahlusunnah di Muraja’at (Dialog) ke-16, hal.54-55 dan 78-80. Ia ingin menggiring opini bahwa perawi-perawi hadits ahlussunnah sebagiannya beraqidah Rafidhah sama dengan dirinya, padahal tidak demikian. 

Sebelumnya: 
<<SEJARAH KEMUNCULAN SYI'AH
<< SYI’AH RAFIDHAH MENURUT ULAMA’ AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH


Sumber:

Buku Panduan Majlis Ulama’ Indonesia,

Mengenal dan Mewasdai Penyimpangan SYI’AH Di Indonesia.

Tim Penulis MUI Pusat.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar