Minggu, 08 Januari 2017

BACAAN IFTITAH SHALAT 4-5




(4) الَّلهُمَّ رَبَّ جِبرَائِيلَ, وَ مِيكَائِيلَ, وَ إسرَافِيلَ, فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَ الأرضِ, عَالِمَ الغَيبِ وَالشَّهَادَةِ أنتَ تَحكُمُ بَينَ عِبَادَكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَختَلِفُونَ, اِهدِنِي لِمَا اختَلَفُ فِيهِ مِنَ الحَقِّ بِإذنِكَ, إنَّكَ تَهدِي مَن تَشَاءُ إلَى صِرَاطٍ مُستَقِيمٍ

4. “Ya Allah, Tuhan Jibril, Mikail dan Isrofil. Wahai pencipta langit dan bumi. Wahai Tuhan yang mengetahui perkara ghoib dan nyata. Engkaulah yang memberikan keputusan terhadap apa yang mereka perselisihkan. Tunjukanlah saya kepada kebenaran yang sedang mereka perselisihkan dengan izin dariMu. Sesungguhnya Engkau menunjukan siapa saja yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus.” (Muslim, 1/534, [no. 770]. Diriwayatkan dari ‘Aisyah.)

(رَبَّ جِبرَائِيلَ, وَ مِيكَائِيلَ, وَ إسرَافِيلَ)  Mengapa Allah mengkhususkan penyebutan tiga Malaikat ini ? dan mengapa perkataan seperti ini banyak terdapat di dalam Al Qur’an dan As Sunnah ? Jawabannya, karena ini idhofah (penyandaran) kepada setiap makhluk yang mempunyai kedudukan tinggi, tingkatan yang mulia, dan sama sekali tidak direndahkan atau dihina.

(اِهدِنِي لِمَا اختَلَفُ فِيهِ مِنَ الحَقِّ)  Yakni, tunjukanlah kebenaran kepada saya yang banyak orang berselisih padanya, kemudian teguhkan saya di atasnya.

(صِرَاطٍ مُستَقِيمٍ)  Yaitu jalan yang lurus dan benar.

(5) اللهُ اَكبَرُكَبِيرًا, اَللهُ اَكبَرُ كَبِيرًا, اَللهُ اَكبَرُ كَبِيرًا, وَالحَمدُ لِلهِ كَثِيرًا, وَالحَمدُ لِلهِ كَثِيرًا, وَالحَمدُ لِلهِ كَثِيرًا, وَسُبحَانَ اللهِ بُكرَةً وَ أصِيلًا (ثَلَاثًا), أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيطَانِ, مِن نَفخِهِ وَ نَفثِهِ وَ هَمزِهِ
5.  “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha Suci Allah di waktu pagi dan sore.” (Diucapkan tiga kali). “Saya berlindung kepada Allah dari kesombongan, bisikan dan godaan setan.”
(Abu dawud, 1/203, [no.764], Ibnu Majah, 1/265, [no.807], Ahmad, 4/85, dan Muslim dengan semisal ini dari Abdullah bin Umar dengan menyebutkan sebuah kisah cerita padanya, 1/420, [601)

(نَفخِهِ) Salah seorang perawi mwngartikan lafazh ini dengan “Kesombongan.” Karena orang yang sombong terus merasa hebat dan agung. Apalagi  saat disanjung

(نَفثِهِ) Perawi menafsirkan dengan sya’ir. Dan sya’ir menjadi tiupan setan, karena setan biasa mengajak penyair untuk menyanjung, menghina, mengagungkan dan merendahkan. Dan ada yang mengatakan setan-setan dari golongan manusia. (النَّفثُ) secara bahasa adalah meniup.

(هَمزِهِ) Perawi menafsirkan dengan kematian. Tapi maksudnya disini adalah kegilaan. Kata 

(الهَمزُ) secara bahasa bermakna  (العَصرُ) “memeras”.

BACAAN IFTITAH SHALAT 1
BACAAN IFTITAH SHALAT 2-3
BACAAN IFTITAH SHALAT TAHAJUD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar