(4)
الَّلهُمَّ رَبَّ جِبرَائِيلَ, وَ مِيكَائِيلَ, وَ إسرَافِيلَ, فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ
وَ الأرضِ, عَالِمَ الغَيبِ وَالشَّهَادَةِ أنتَ تَحكُمُ بَينَ عِبَادَكَ فِيمَا كَانُوا
فِيهِ يَختَلِفُونَ, اِهدِنِي لِمَا اختَلَفُ فِيهِ مِنَ الحَقِّ بِإذنِكَ, إنَّكَ
تَهدِي مَن تَشَاءُ إلَى صِرَاطٍ مُستَقِيمٍ
4. “Ya Allah, Tuhan Jibril, Mikail dan
Isrofil. Wahai pencipta langit dan bumi. Wahai Tuhan yang mengetahui perkara
ghoib dan nyata. Engkaulah yang memberikan keputusan terhadap apa yang mereka
perselisihkan. Tunjukanlah saya kepada kebenaran yang sedang mereka
perselisihkan dengan izin dariMu. Sesungguhnya Engkau menunjukan siapa saja
yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus.” (Muslim, 1/534, [no. 770]. Diriwayatkan dari ‘Aisyah.)
(رَبَّ جِبرَائِيلَ, وَ مِيكَائِيلَ, وَ
إسرَافِيلَ) Mengapa Allah
mengkhususkan penyebutan tiga Malaikat ini ? dan mengapa perkataan seperti ini
banyak terdapat di dalam Al Qur’an dan As Sunnah ? Jawabannya, karena ini idhofah
(penyandaran) kepada setiap makhluk yang mempunyai kedudukan tinggi, tingkatan
yang mulia, dan sama sekali tidak direndahkan atau dihina.
(اِهدِنِي لِمَا اختَلَفُ فِيهِ مِنَ
الحَقِّ) Yakni, tunjukanlah
kebenaran kepada saya yang banyak orang berselisih padanya, kemudian teguhkan
saya di atasnya.
(صِرَاطٍ مُستَقِيمٍ) Yaitu jalan yang lurus dan benar.
(5)
اللهُ اَكبَرُكَبِيرًا, اَللهُ اَكبَرُ كَبِيرًا, اَللهُ اَكبَرُ كَبِيرًا,
وَالحَمدُ لِلهِ كَثِيرًا, وَالحَمدُ لِلهِ كَثِيرًا, وَالحَمدُ لِلهِ كَثِيرًا,
وَسُبحَانَ اللهِ بُكرَةً وَ أصِيلًا (ثَلَاثًا), أعُوذُ بِاللهِ مِنَ
الشَّيطَانِ, مِن نَفخِهِ وَ نَفثِهِ وَ هَمزِهِ
5. “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah
Maha Besar. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Segala puji bagi
Allah dengan pujian yang banyak. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang
banyak. Maha Suci Allah di waktu pagi dan sore.” (Diucapkan tiga kali). “Saya
berlindung kepada Allah dari kesombongan, bisikan dan godaan setan.”
(Abu dawud, 1/203, [no.764], Ibnu Majah, 1/265, [no.807], Ahmad, 4/85,
dan Muslim dengan semisal ini dari Abdullah bin Umar dengan menyebutkan sebuah
kisah cerita padanya, 1/420, [601)
(نَفخِهِ) Salah
seorang perawi mwngartikan lafazh ini dengan “Kesombongan.” Karena orang yang
sombong terus merasa hebat dan agung. Apalagi
saat disanjung
(نَفثِهِ)
Perawi menafsirkan dengan sya’ir. Dan sya’ir menjadi tiupan setan, karena setan
biasa mengajak penyair untuk menyanjung, menghina, mengagungkan dan
merendahkan. Dan ada yang mengatakan setan-setan dari golongan manusia. (النَّفثُ)
secara bahasa adalah meniup.
(هَمزِهِ)
Perawi menafsirkan dengan kematian. Tapi maksudnya disini adalah kegilaan.
Kata
(الهَمزُ)
secara bahasa bermakna (العَصرُ) “memeras”.
BACAAN IFTITAH SHALAT 1
BACAAN IFTITAH SHALAT 2-3
BACAAN IFTITAH SHALAT TAHAJUD
BACAAN IFTITAH SHALAT 1
BACAAN IFTITAH SHALAT 2-3
BACAAN IFTITAH SHALAT TAHAJUD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar