Ada yang menganggap syiah lahir pada masa akhir kekhalifahan Ustman bin Affan atau pada masa awal kepemimpinan Ali bin Abi Thalib. Pada masa itu terjadi pemberontakan terhadap khalifah Ustman bin Affan, yang berakhir dengan kesyahidan Ustman da nada tuntutan umat agar Ali bin Abi Thalib bersedia dibaiat sebagai khalifah. Tampaknya pendapat yang paling popular adalah bahwa syiah lahir setelah gagalnya perundingan antara pihak pasukan khalifah Ali bin Abi Thalib dengan pihak Mu’awiyah bin Abu Sufyan di siffin yang lazim disebut dengan peristiwa At-tahkim (artibrasi). Akibat kegagalan itu, sejumlah pasukan Ali menentang kepemimpinannya dan keluar dari pasukan Ali. Mereka ini disebut golongan khawarij (orang yang keluar dari barisan Ali). Sebagian besar orang yang tetap setia kepada khalifah Ali disebut Syi’ah Ali (pengikut Ali).(1)
Istilah
syiah pada masa khalifah Ali hanyalah bermakna pembelaan dan dukungan politik.(2)
Syiah Ali yang muncul pertama kali pada era kekhalifahan Ali bin Abi Thalib,
bisa disebut pengikut setia khalifah yang sah pada saat itu melawan pihak
Mu’awiyah, dan hanya bersifat kultural, bukan bercorak aqidah seperti yang
dikenal pada masa sesudahnya hingga sekarang sebab kelompok setia Syiah Ali
yang terdiri dari sebagian sahabat Rasulullah dan sebagian besar tabi’in pada
masa itu tidak ada yang berkeyakinan Ali lebih utama dan lebih berhak atas
kekhalifahan setelah Rasulullah dari pada Abu bakr dan Umar bin Khatab. Bahkan
Ali bin Abi Thalib sendiri, saat menjadi khalifah, menegaskan dari atas mimbar
masjid Kufah ketika berkhutbah bahwa, “Sebaik-baik umat islam setelah nabi
Muhammad adalah Abu Bakr dan Umar.” (3)
Demikian pula jawaban beliau ketika ditanya oleh putranya yaitu Muhammad
bin Al-hanafiah seperti yang di riwayatkan oleh Al Bukhari dalam shahihnya
(hadits no. 3671)
Menurut Murtadha Mutahhari –ulama’ syiah- “Ali bin Abi
Thalib adalah sahabat Nabi seperti Abu Bakr, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan
dan yang lainnya. Tetapi Ali lebih berhak, lebih terdidik, lebih shalih dan
lebih berkemampuan ketimbang para sahabat lainnya, dan bahwa Nabi sudah
merencanakannya sebagai pengganti beliau. Kaum syiah meyakini Ali dan
keturunannya sebagai Imam yang berhak atas kepemimpinan politis dan otoritas
keagamaan.” (4) dengan kata lain, mereka meyakini bahwa yang berhak atas
otoritas spiritual dan politis dalam komunitas islam pasca Nabi adalah Ali
beserta keturunannya.
Sedangkan menurut Thabhathabai, syiah muncul karena kritik
dan protes terhadap dua masalah dasar dalam islam, yaitu berkaitan dengan
pemerintahan islam dan kewenangan dalam pengetahuan keagamaan yang menurut
syiah manjadi hak istimewa ahl bait. (6)
Kendatipun persoalan imamah menjadi pokok keimanan syiah,
tetapi ternyata telah terjadi perbedaan dan perselisihan di kalangan
firqah-firqah syiah, terutama pada penetapan siapa yang menjadi “imam”.
Al-Hasan bin Musa an-Naubakhti, ulama syiah yang hidup pada pertengahan abad ke
3 H hingga awal abad 4 H, dalam kitab Firaq asy-Syiah (hal.19-109) telah
menjelaskan perbedaan-perbedaan itu dalam beberapa bentangan periodic.
Diantaranya, setelah Ali bin Abi Thalib wafat, menurut an-Naubakhti, syiah
terpecah menjadi 3 golongan:
Pertama,
kelompok yang berpendapat Ali tidak mati terbunuh, dan tidak akan mati,
sehingga ia berhasil menegakkan keadilan di dunia. Inilah kelompok ekstrim (ghuluw)
pertama. Kelompok syiah ini disebut SYI’AH SABA’IYAH, yang di pimpin
oleh Abdullah bin Saba’. Mereka adalah kelompok yang terang-terangan mencaci
serta berlepas diri dari Abu Bakr, Umar dan Ustman serta para sahabat
Rasulullah. Mereka mengaku Ali lah yang menyuruh mereka untuk melakukan hal
ini. Hampir saja Ali memvonis mati Abdullah bin Saba’, tetapi karena
pertimbangan beberapa orang, sehingga Ali hanya mengusir Abdullah bin saba’ ke
al-Madain.(7)
Menurut An-Naubakhti, Abdullah bin Saba asalnya beragama
Yahudi. Ketika masuk islam, ia mendukung Ali. Dia lah orang pertama yang
terang-terangan mengisukan kewajiban imamahnya Ali serta berlepas diri dari
musuh-musuhnya. Dijelaskan pula, ketika Abdullah bin Saba masih beragama Yahudi
pernah mempopulerkan pendapat bahwa Yusa’ bin Nun adalah penerus Nabi Musa.
Maka ketika masuk islam, ia pun berpendapat bahwa Ali adalah pelanjut Nabi
Muhammad. Factor inilah yang membuat orang menuduh bahwa sumber ajaran Syi’ah
berasal dari Yahudi. (8)
Penjelasan An-Naubakhti ini sekaligus merupakan jawaban
terhadap kalangan syiah serta pendukungnya, yang mengklaim bahwa Abdullah bin
Saba’ hanya tokoh fiktif, (9) ciptaan kalangan Ahlus Sunnah, yang sumber
utamanya dari At-Thabary melalui satu-satunya jalur Saif bin Umar al-Tamimy
yang dinilai dha’if. (10)
Kedua,Kelompok yang berpendapat, imam pengganti sesudah Ali bin
Abi Thalib wafat adalah puteranya Muhammad bin Al Hanafiah, karena
dia yang di percaya membawa panji ayahnya, Ali, dalam peperangan di Bashrah.
Mereka mengkafirkan siapapun yang melangkahi Ali dalam imamah, juga
mengkafirkan ahlu SHiffin, Ahlu Al-Jamal. Kelompok ini disebut AL-KAISANIYYAH.
Ketiga, kelompok ini berkeyakinan bahwa setelah Ali wafat, imam
sesudahnya adalah puteranya Al Hasan. Ketika Al Hasam menyerahkan khilafah
kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan, mereka memindahkan imamah kepada Al Husain,
sebagian mereka mencela Al Hasan, bahkan al-Jarrah bin Sinan al-Anshari pernah
menuduhnya sebagai musyrik.
Tetapi sebagian syiah berpendapat bahwa sesudah wafat
al-Hasan, maka yang menjadi imam adalah puteranya yaitu al-Hasan bin al-Hasan,
yang begal ar-Ridha dari keluarga Muhammad. Menurut al-Isfahani, dia bersama
Ali bin al-Husain Zainal Abidin serta
Umar bin al-Hasan dan Zaid bin al-Hasan adalah cucu-cucu Ali bin Abi Thalib
yang menyertai al-Husain dalam peristiwa Karbala dan selamat dari pembunuhan.(13)
fakta historis ini sekaligus membantah informasi yang menyebutkan bahwa
satu-satunya keturunan laki-laki Rasulullah atau keturunan laki-laki Ali yang
selamat dari pembantaian Karbala hanyalah Ali bin Al-Husain Zainal Abidin saja.
Fakta historis tentang adanya
perbedaan pendapat bahkan perselisihan internal syiah pada setiap level imam
ini, selain disebutkan oleh kalangan syiah sendiri (an-Naubakhti) juga
disebutkan oleh Fakhrudin ar-Razi. Beliau menulis, “Ketahuilah bahwa adanya
perbedaan yang sangat besar seperti tersebut di atas, merupakan suatu bukti
konkrit tentang tidak adanya wasiat teks penunjukan yang jelas dan berjumlah
banyak tentang imam yang dua belas seperti yang mereka klaim itu.” (14)
Selain adanya kecenderungan
berselisih diantara sesame syiah dalam menentukan imam, mereka juga saling
mengkafirkan (takfir), serta adanya kecenderungan memberontak (khuruj).
Abu Hasan Al Asy’ari, juga mencatat bahwa banyaknya perselisihan internal syiah
itu memunculkan tiga firqah syiah yang besar, yang menyempal kedalam 45 firqah.
Menurut Musa al-Musawi, seorang tokoh
syi’ah kontenporer, terjadi penyimpangan dalam ideology syiah karena munculnya
klaim bahwa Khalifah sesudah Rasulullah adalah Ali bin Abi Thalib berdasarkan Nash
Ilahi, dan bahwa para sahabat, kecuali sedikit saja telah menyalahi nash
Ilahi ketika membai’at Abu Bakr. Juga muncul ideologi bahwa iman terhadap
imamah, seperti dalam konsep syiah Itsna ‘Asyariyah adalah penyempurna islam,
ini semua terjadi sesudah di umumkannya al-Ghaibah al-Kubra (kegaiban
permanen) dari imam ke-12 syiah itsna ‘asyariyah.
Sampai dewasa ini, syiah itsna
‘asyariyah (yang mempercayai dua belas imam) merupakan aliran terbesar syiah.
Aliran ini meyakini bahwa nabi Muhammad telah menetapkan dua belas orang imam
sebagai penerusnya, yaitu:
NO
|
NAMA
|
WAFAT
|
1
|
Ali bin Abi Thalib
|
41 H/661 M
|
2
|
Al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib
|
49 H/669 M
|
3
|
Al-Husain bin Ali bin Abi Thalib
|
61 H/680 M
|
4
|
Ali bin al-Husain Zainal Abidin
|
94 H/712 M
|
5
|
Muhammad bin Ali al-Baqir
|
113 H/731 M
|
6
|
Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq
|
146 H/765 M
|
7
|
Musa bin Ja’far al-Kazhim
|
128 H-203 H
|
8
|
Ali bin Musa ar-Ridha
|
203 H/818 M
|
9
|
Muhammad bin al-Jawad
|
221 H/835 M
|
10
|
Ali bin Muhammad al-Mahdi
|
254 H/868 M
|
11
|
Al-Hasan bin Ali al-‘Askari
|
261 H/874 M
|
12
|
Muhammad bin al-Hasan al-Mahdi
al-Muntazar
|
265 H/878 M
|
1. Lihat Ensiklopedi
Islam, Vol.5, entry syiah. Lihat juga Abu Zahrah, Tarikh al-madzahib
al-islamiyah fi al-siyasah wa al-Aqaid, Dar Fikr al Arabi.
2. Lihat Utsul
al-syiah al-Imamiyah, vol.1/98
3. Lihat shahih Al-Bukhari
, juz.5/7, Sunan Abu Dawud, Juz.4/288, Sunan Ibnu Majah,
juz.1/39. Demikian pula hal ini diriwayatkan oleh Abul Qasim al-Bulkhi dari
Syarik bin Abdillah (95-178H), seorang Syiah Ali terkemuka mengatakan,
“Sebaik-baik umat islam adal Abu Bakr dan Umar, dan keduanya lebih baik dari
Ali. Seandainya saya katakana selain ini, maka aku bukan syiah Ali, karena Ali
telah berdiri di mimbar ini dan berkata: “Ingatlah sebaik-baik umat ini setelah
nabinya adalah Abu Bakr dan Umar! Demi Allah, Ali bukanlah seorang pendusta.”
Lihat al-Qadhi Abdul Jabbar al-Hamadzani, Tatsbit Dalail an-Nubuwah,
vol.1/63 dan 2/549.
4. Lihat Hamid
Enayah, Reaksi Politik Sunu dan Syiah; Pemikiran Politik Modern Menghadapi
Abad ke-20 (Bandung: Pustaka, 1988)
5. Al-fairuzabadi
(w.817H) telah menulis risalah berjudul al-Qaddhab al-Musytahar ‘ala Riqab
Ibni al-Muthahhar. Didalamnya beliau menyangkal semua klaim tokoh Syiah
Rofidhah, Ibnul al-Muthahhar al-Hilli, bahwa Alo bin Abi Thalib lebih berilmu,
lebih shalih dan lebih utama dari Abu Bakr dan Umar. Sebaliknya Abu Bakr lebih
alim, lebih zuhud, lebih kuat jihadnya, dan lebih utama dari Ali dengan
dalil-dalil syar’I. Lihat al-Qaddhab al-Musytahar hal.35-50. Lebih jauh,
imam Muslim dalam kitab Shahih- Muslim meriwayatkan dari Aisyah berkata, pada
saat skit Rasulullah bersabda, “wahai Aisyah panggilkan ayahmu dan saudaramu
karena aku akan menulis kitab sebab aku takut ada orang yang mengharapkan hal
ini dan berkata “Aku lebih berhak”, dan Allah beserta kaum beriman menolak
kecuali Abu Bakr.” (lihat shahih Muslim no.2387, Imam Al Bukhari dalam
shahihnya meriwayatkan pula dengan
perbedaan redaksi dalam hadits no.7217)
6. Lihat
M.H.Thabathabai, Islam Syiah; asal usul dan perkembangannya, (Jakarta;
graffiti, 1989)
7. Hidayat Nur
Wahid, Syiah Dalam Lintasan Sejarah, makalah seminar nasional, 21
september 1997, hal.4. lihat juga, Ensiklopedi Islam, vol.5, hal.9
8. An-Naubahkti, firaq
as-Syiah, hal.22
9. Di anatara tokoh
yang menyatakan bahwa Abdullah bin Saba’ sebagai tokoh fiktif adalah Murtadha
‘Askari dan Thaha Husain, lihat Ensiklopedi Islam, vol.5, hal.9
10. Faktanya,
riwayat keberadaan Abdullah bin Saba’ ini sangat masyhur melalui 7 jalur sanad
Syi’ah, yaitu 5 sanad dalam Rijal Al-Kasyi (hal.107-108) dan 2 sanad lainnya
dalam kitab ‘Ilalu as-Syara’I (hal.344) dan al-Khishal (hal.628)
karya as-Shaduq, dan 6 jalur sanad sunni selain dari Saif bin Umar at-Tamimy
yang di nukil oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani di kitab Lisan AL-Mizan
(vol.3/289-290). Lihat buku seminar nasional LPPI ‘mengapa kita menolak
Syiah’, hal.243-244
11. An-Naubakhti, Firaq
as-Syi’ah, hal.23
12. Ibid, hal.24
13. Al-Isfahani, Maqatil
at-Thalibiyin, hal.119. lihat Hidayat Nur Wahid, syiah dalam lintasan sejarah,
hal.4.
14. Fakhrudin
ar-Razi, al-Muhashshal, hal.575-587
15. Abu al-Hasan
al-Asy’ari, Maqaalaat al-Islamiyiin, hal.66-146
16. Musa al-Musawi, asy-Syiah
wa at-Tashih, hal.14-46
17. Dikutip dari
Ensiklopedi Islam, vol.5, entri Syiah. Lihat juga Al-Qifari dalam ushul
Madzhab Syiah al-Imaamiyah Itsna ‘Asyariyah, vol.1, hal.129. dalam
literature syiah terkini diungkapkan bahwa Rasulullah telah menetapkan 12 Imam
itu sesuai nama dan urutannya, seperti di tulis oleh Al-Qunduzi Al-Hanafi (w.1294 H), dalam kitab ‘Yanabi’
al-Mawaddah’ (Bab 76, Hal. 440), yang di klaim penulis buku 40 Masalah
Syiah (hal.53-54) dan buku putih madzhab syiah (Hal.104-105 dengan versi
berbeda) sebagai ulama’ sunni. Padahal menurut ulama’ syiah, Agha Bazrak
Tahrani, “Kitab tersebut tergolong karya tulis ulama’ syiah”. Lihat ad-Dzari’ah
ila Tashanif al-Syi’ah vol.25, hal.290
(sumber internet:
http://gadir.free.fr/Ar/k/b/b/al_Zaria/marja/al-zariya/index.htm).Berikutnya:
SYI’AH RAFIDHAH MENURUT ULAMA’ AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH
Video Terkait:
Deklarasi ANNAS Solo Raya, Ust. DR. Mu'inudinillah Basri, LC. MA
DeklarasiANNAS Solo Raya, Ust. Abdullah Manaf
Deklarasi ANNAS Solo Raya, Habib Achmad bin Zein AL Kaff
Sumber:
Buku Panduan Majlis Ulama’ Indonesia,
Mengenal dan Mewasdai Penyimpangan
SYI’AH Di Indonesia.
Tim Penulis MUI Pusat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar