Rabu, 22 Februari 2017

MENYAMBUT RAMADHAN ALA NABI


Oleh: Ustadz Ahmad Ubaydi Hasbillah - Pengajar Quran Learning Centre
 
Alhamdulillah, kita masih bisa menemui tamu agung tahunan yang dinanti-nanti selama berbulan-bulan. Ya, itulah bulan Ramadhan yang penuh berkah yang di dalamnya terdapat malam penganugerahan seribu bulan. Entah sudah berapa Ramadhan yang berhasil kita lewati? Tentu hal itu bergantung pada bilangan umur yang telah kita lalui. Siapa coba yang tidak ingin mendapat penghargaan itu? Jangan-jangan tahun ini, nobel tersebut memang jatuh ke tangan kita, amin. Karena itu, wajar jika banyak orang selalu merindu dan mendamba bulan ini sehingga butuh persiapan sedini mungkin untuk menyambut kehadirannya.
Kehadiran bulan Ramadhan yang biasa disemarakkan dalam acara tarhib Ramadhan seringkali dimanfaatkan oleh banyak orang sebagai waktu untuk berbenah diri, membersihkan hati dan mempererat kembali tali silahturahim dengan sanak famili. Kebersihan dan kesiapan hati menyambut Ramadhan akan terasa lebih indah jika dicerminkan dari hati yang suci. Karena itu, seringkali kita melakukan persiapan fisik dan mental untuk menyambut bulan puasa selama satu bulan penuh ini.

Pada detik-detik menjelang kehadiran bulan Ramadhan, kita seringkali melakukan berbagai seremonial dan acara-acara keagamaan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Ya, itulah yang biasa kita kenal dengan istilah tarhib Ramadhan alias menyambut Ramadhan. Istilah tarhib yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan "menyambut" memiliki makna filosofis yang cukup dalam. Ramadhan yang kita sambut ini berarti sesuatu yang memang kita tunggu-tunggu kehadirannya. Entah bagaimana perasaan kita ketika sedang menunggu saat-saat yang mendebarkan hati? Apalagi sudah ditunggu-tunggu selama sebelas bulan. Sikap tersebut adalah wujud begitu besarnya cinta kita terhadap bulan ini.
SDi lingkungan kita, pada saat menjelang bulan Ramadhan, terdapat tradisi unik untuk mengungkapkan kebahagiaan luar biasa. Ada yang berpawai ria dan konvoi, ada pula yang melakukan long march, ada yang menyebar jadwal imsak, ada yang silaturahim seperti halnya lebaran, ada yang bermaaf-maafan, ada yang kumpulan, ziarah ke makam keluarga alias nyekar, ngariung, megengan, munggahan, kirab, dan masih banyak lagi tradisi sejenis lainnya. Bahkan tidak sedikit pedagang yang menabung hasil jerih payahnya selama sebelsa bulan hanya untuk persiapan Ramadhan. Selama Ramadhan ia memilih mudik dan tidak berjualan agar bisa fokus beribadah.
Apapun kegiatannya, yang jelas itu semua adalan bentuk ungkapan kegembiraan menyambut Ramadhan. Jika kita bisa bergembira menyambut Ramadhan, maka seharusnya kita bisa lebih bergembira dan semangat lagi kalau Ramadhan tersebut telah datang, seperti saat ini.
Lalu, bagaimanakah cara Rasulullah saw menyambut Ramadhan, alias tarhib Ramadhan? Beliau melakukan tarhib Ramadhan jauh-jauh hari sebelum datangnya Ramadhan. Pada bulan Sya’ban, Rasulullah saw pun semakin meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadahnya. Beliau saw, misalnya, tidak pernah melakukan puasa sunah sebanyak yang dilakukan di bulan Sya’ban. Salah satu dari hikmah memperbanyak puasa di bulan Sya'ban adalah sebagai latihan puasa selama sebulan penuh di bulan Ramadhan. Apakah itu bukan sebuah tarhib? Ya, begitulah salah satu cara Nabi menyambut kehadiran Ramadhan, sebulan sebelumnya telah dipersiapkan matang-matang.
Di samping itu, jika kita baca hadis-hadis Rasulullah saw yang lain, pasti kita juga akan mendapati cara-cara beliau yang lain menyambut kehadiran bulan suci ini. Adalah baginda Nabi Muhammad saw yang benar-benar melakukan tarhib Ramadhan paling meriah dan paling lama. Beliau melakukan tarhib Ramadhan tidak cukup sehari atau dua hari saja. Beliau mempersiapkan penyambutan Ramadhan mulai dari menjelang kedatangannya hingga kepulangannya. Ketika sudah datang pun, Ramadhan masih juga beliau sambut dengan meriah. Dengan demikian, setiap hari di bulan Ramadhan adalah tamu agung yang berbeda-beda. Hari-hari Ramadhan bak tamu agung yang datang silih berganti.
Penyambutan Ramadhan tidak dilakukan dengan sekadar mengungkapkan rasa bahagia atau gembira saja, melainkan dengan persiapan matang secara fisik dan mental agar kuat dalam menjalankan ibadah spesial selama sebulan penuh itu. Riwayat tentang jaminan bebas neraka karena kegembiraan dalam menyambut bulan Ramadhan sebagaimana yang popular di kalangan kita adalah tidak berdasar alias palsu.

"Siapa yang bergembira karena menyambut datangnya bulan Ramadhan, niscaya Allah haramkan jasadnya dari neraka."
Riwayat tersebut hanya dapat dijumpai dalam kita Durratunnasihin, namun tanpa sanad. Sementara itu, untuk bisa menyatakan bahwa hadis tersebut sahih dari nabi Muhammad saw adalah dengan sanad tersebut. Siapa yang menyampaikan hadis tersebut menjadi penting untuk diketahui dan dikaji. Karena tidak juga ditemukan, maka para ulama menegaskan bahwa ungkapan tersebut bukan sebuah hadis Nabi saw. Entah siapa yang pertama kali mengucapkan ungkapan itu, namun yang jelas, bila ungkapan itu dinisbahkan kepada Nabi saw, maka hal itu menjadi hadis palsu dan kebohongan atas nama nabi yang pelaku dan pengedarnya diancam neraka. Na'udzubillah wa nastaghfiruh.
Bergembira menyambut Ramadhan adalah sesuatu yang sah-sah saja dilakukan. Namun, jika menjadikan hadis palsu di atas sebagai dasarnya, hal ini menjadi masalah baru dalam beragama. Masih banyak hadis-hadis sahih dari Nabi yang menyatakan kegembiraan akan kedatangan bulan Ramadhan selain hadis palsu di atas. Cukuplah bagi kita dasar-dasar dari al-Quran dan sunnah-sunnah nabi yang sahih sebagai acuan beragama kita, di dalam maupun di luar Ramadhan.
Adalah Nabi Muhammad saw orang yang selalu memotivasi para sahabatnya dalam berbagai hal, khususnya masalah keislaman dan Ramadhan. Beliau selalu menyemarakkan malam-malam Ramadhan untuk qiyamullail. Beliau bersabda,

"Siapa yang bangun (menyemarakkan malam-malam) Ramadhan karena iman dan mengharap ridha Allah, pasti akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
Tentu, yang dosa yang diampuni sebagaimana janji Allah tersebut adalah dosa-dosa kecil, karena kalau dosa besar seperti syirik, zina, membunuh orang, dan sejenisnya diperlukan taubat nasuha. Apalagi jika dosa tersebut menyangkut hak orang lain, maka harus minta maaf terlebih dahulu kepada yang berhak. Nah, begitulah cara Nabi menyambut ramadhan di malam hari. Lalu, bagaimana cara beliau menyambut hari-hari Ramadhan kala siang hari?
Rasulullah saw bersabda,

"Siapa yang puasa (di siang) Ramadhan karena iman dan mengharap ridha Allah, pasti akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."
Kalau di malam hari, Nabi memotivasi kita untuk bergadang yang diisi dengan ibadah alias qiyamullail, maka pada siang harinya, kita diperintahkan untuk berpuasa. Awas jangan sampe bolong kalau tidak benar-benar dalam kondisi darurat karena sakit, musafir, atau datang bulan bagi wanita. Itu pun harus diganti. Demikianlah, kalau semua itu kita lakukan dengan ikhlas karena Allah, pasti bakal diampuni dosa-dosa kita yang telah lalu. Dengan ampunan itulah, kita bisa selamat dari lahapan Neraka, Si jago merah itu. Mudah, bukan?
Kalau biasanya di saing hari kita makan-minum, jalan-jalan, maka pastilah hal itu menguras tenaga dan juga kantong. Nah, dengan puasa kita tidak menguras apa-apa. Berarti lebih mudah dong! Di samping itu, pada malam hari kita juga biasa bergadang, apalagi kalau ada pertandingan bola, maka pada malam Ramadhan kita juga melakukan hal yang sama, bergadang juga. Malahan, kali ini bisa rame-rame lagi bareng keluarga dan masyarakat. Tidak perlu berlama-lama, asalkan dilakukan dengan penuh keihlasan dan istikamah, yang penting bergadangnya tidak disalahgunakan. Begitulah kanjeng Nabi kita menyambut hari per hari di bulan Ramadhan. Berikut adalah testimonial istri-istri beliau mengenai amaliyah Nabi saw di bulan suci,

"Dulu, Nabi saw ketika sudah memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) selalu menghhidupkan malamnya, membangunkan keluarganya, dan mengencangkan sarungnya (tidak menggauli istri-istrinya)." (HR. Bukhari dan Muslim)

"Dulu, Nabi saw selalu bersungguh-sungguh (ibadah) di bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di bulan lain. Dan di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, juga melebihi hari-hari selainnya." (HR. Muslim)
Malam-malam ramadhan selalu disemarakkan dengan beribadah, qiyamullail: Shalat malam, membaca al-Quran, daibadah-ibadah lainnya. Semarak malam-malam ramadhan juga diramaikan oleh keluarga beliau dan bahkan masyarakat sekitarnya. Pernah suatu ketika, Nabi sedang menyemarakkan malam-malam Ramadhan, kemudian diketahui oleh para sahabat, maka pada malam berikutnya, beliau dikejutkan dengan banyaknya sahabat yang turut mengikuti beliau di masjid. Lalu, nabi pun kasihan terhadap mereka sehingga beliau melaksanakannya di rumah agar hal tersebut tidak diwajibkan bagi umatnya. Begitulah cara Nabi dan masayarakatnya melakukan tarhib ramadhan hingga paripurna. Adakah di antara kita yang menyambut Ramadhan lebih semarak dan meriah dibanding Nabi dan sahabatnya itu?
Demikianlah, wujud kegembiraan yang hakiki dalam menyambut hadirnya bulan Ramadhan. Ketika yang disambut, dirindukan dan dinanti-nanti telah tiba, ia tidaklah dilewatkan begitu saja. Begitu istimewanya bulan Ramadhan, maka sepuluh malam terakhir itu pun oleh nabi sekaligus dijadikan sebagai malam perpisahan, Farewell party dengan ramadhan. Entah, kegiatan apakah di seluruh belahan dunia ini yang acara pesta penutupan dan perpisahannya dilakukan selama sepuluh hari? Apalagi di malam-malam farewell party itu ada satu malam penganugerahan seribu bulan. Itulah malam teristimewa yang tidak di dapati di malam-malam yang lain, lailatul qadar. Pasti seru, beramai-ramai setiap malam bersama keluarga di bulan Ramadhan yang kita sayangi, kita nanti-natikan sampai kedatangannya saja dirayakan secara besar-besaran. Sebenarnya, kita semua sudah mengetahui dan bahkan menyadari betul akan hal tersebut. Namun, kita seringkali lupa bahwa itulah esensi tarhib Ramadhan, penyambutan bulan Ramadhan yang hakiki. Bukan, sekadar mengungkapkan kegembiraan saat menjelang Ramadhan atau di awalnya saja, melainkan setiap hari dan setiap saat hingga Ramadhan itu pulang dan akan datang kembali..
Tentu kita seharusnya juga masih ingat dan sadar betul atas apa yang selalu kita minta selama dua bulan penuh menjelang Ramadhan. Ya, di bulan Rajab dan Sya'ban kita hampir setiap hari diajari sebuah doa agar disampaikan pada bulan Ramadhan.

"Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikanlah (umur) kami kepada bulan Ramadhan."
Lalu, apa esensi doa tersebut? Buat apakah doa tersebut? Tentu kita memohon-mohon selama dua bulan penuh itu tidak lain adalah agar bisa menyantap keberkahan tak terhingga di bulan Ramadhan ini. Maka, kini adalah saat yang tepat untuk menepati janji kita karena doa kita telah dikabulkan oleh Allah. Kini kita masih sempat membaca tulisan ini, berarti kita benar-benar diberikan kesempatan menikmati Ramadhan. Waffaqanallahu Lima yuhibbuhu wa yardlah. Amin….

Sumber: http://www.quranlearningcentre.com 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar