Saya sampaikan salam dan selamat kepada Anda semua, yang tengah berada di akhir Sya’ban ini. Semoga Allah menyampaikan kita semua di bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan datang. Tamu agung itu begitu mulia membawa berbagai kebaikan dan keberkahan, menjanjikan ampunan dan rahmat bagi yang menyambutnya dan berinteraksi dengannya dengan penuh keimanan dan harapan kepada Allah. Amal perbuatan dilipat-gandakan pahalanya dan dosa-dosa diampuni. Doa dan munajat didengar dan dikabulkan Allah. Bahkan, padanya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan.
Terdapat dua sikap orang dalam
menyambut dan menghadapi bulan penuh keberkahan ini. Pertama, orang yang
bergembira dan penuh antusias serta suka cita dalam menyambut bulan
Ramadhan. Karena baginya, bulan Ramadhan adalah kesempatan yang Allah
anugerahkan kepada siapa yang dikehendaki untuk menambah bekal spiritual
dan bertaubat dari semua dosa dan kesalahan. Ramadhan baginya adalah
bulan bonus dimana Allah melipatgandakan pahala amal kebaikan. Maka
segala sesuatunya dipersiapkan untuk menyambut dan mengisinya. Baik
mental, ilmu, fisik, dan spiritual. Bahagia, karena di bulan terdapat
janji dijauhkannya seseorang dari api neraka. Dan itu merupakan
kemenangan yang membahagiakan. Firman Allah,
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat
sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan ke dalam surga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan
dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali Imran: 185)
Sedangkan
yang kedua adalah menyambutnya dengan sikap yang dingin. Tidak ada
suka-cita dan bahagia. Baginya, Ramadhan tidak ada ubahnya dengan
bulan-bulan lain. Orang seperti ini tidak bisa memanfaatkan Ramadhan
untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Dosa dan
kesalahan tidak membuatnya risau dan gelisah hingga tak ada upaya
maksimal untuk menghapusnya dan menjadikan Ramadhan sebagai momen untuk
kembali kepada Allah.
Bahkan, ia sambut
bulan Ramadhan dengan kebencian. Sebab bulan suci ini hanya akan
menghambatnya melakukan dosa dan kemaksiatan, sebagaimana yang
dilakukannya di bulan-bulan lain. Hatinya tertutup dan penuh benci
kepada kebaikan. Menyaksikan kaum Muslimin berlomba-lomba dalam
kebaikan, mengisi hari-hari mereka dengan ibadah adalah pemandangan yang
tidak disukainya. Dan syetan telah menghembuskan kebencian dalam
hatinya hingga Ramadhan bagai neraka baginya. Semoga kita dijauhkan dari
sikap dan sifat ini.
Allah berfirman,
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan dari jin
dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar
(ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. Mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (Al-A’raf: 179)
Ia
tidak menggunakan akal dan hatinya untuk mencerna kebaikan yang berguna
bagi kehidupannya. Padahal pada tradisi setiap masyarakat hari-hari
tertentu atau bulan-bulan tertentu yang memiliki keistimewaan di banding
hari dan bulan yang lain. Sebagaimana pada masyarakat jahiliyah sebelum
Islam terdapat Yaumul ‘Afwi (Hari Pengampunan) bagi para
pembesar Quraisy. Sebagaimana Nu’man bin Al-Mundzir, ia memiliki Hari
Pengampunan. Pada hari tersebut kaumnya datang kepadanya untuk
mendapatkan ampunan darinya. Maka ia mengampuni mereka yang salah,
membebaskan tawanan, memberikan amnesti, dan membebaskan kaumnya dari
membayar pajak.
Rasulullah menyambut
bulan Ramadhan penuh perasaan bahagian dan suka-cita. Beliau ingatkan
para sahabat agar menyiapkan diri mereka untuk menyambut dan mengisinya
dengan amal. Diriwayatkan oleh Salman Al-Farisi bahwa Rasulullah
berceramah di harapan para sahabat di akhir Sya’ban, beliau bersabda,
“Wahai
sekalian manusia. Kalian akan dinaungi oleh bulan yang agung nan penuh
berkah. Padanya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu
malam. Allah menjadikan puasa
di bulan itu sebagai kewajiban dan qiyamnya sebagai perbuatan sunnah.
Siapa yang mendekatkan diri kepada-Nya dengan amal kebaikan seolah-olah
ia telah melakukan kewajiban di bulan lain. Dan barangsiapa melakukan
kewajiban pada bulan itu maka ia seolah telah melakukan tujuh puluh
kewajiban di bulan lain. Ia adalah bulan kesabaran dan kesabaran itu
adalah jalan menuju surga. Ia adalah bulan keteladanan dan bulan dimana
rezki dimudahkan bagi orang mukmin. Siapa memberi buka kepada orang yang
berpuasa maka ia mendapatkan ampunan atas dosa-dosanya dan lehernya
diselamatkan dari api neraka. Ia juga mendapatkan pahalanya tanpa
mengurangi pahala orang itu sedikit pun.” Sahabat bertanya, “Ya
Rasulullah, tidak semua kita bisa memberi buka bagi orang puasa.”
Rasulullah menjawab, “Allah memberi pahala yang sama kepada orang yang
memberi buka walau sekadar kurma dan seteguk air atau seteguk air susu.
Ia adalah bulan dimana permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan, dan
ujungnya diselamatkannya seseorang dari neraka. Barangsiapa meringankan
budaknya Allah mengampuninya dan membebaskannya dari neraka.
Perbanyaklah kalian melakukan empat hal: dua hal pertama Allah ridha
kepada kalian, yaitu mengucapkan syahadat tiada ilah selain Allah dan
meminta ampunan kepada-Nya. Sedangkan hal berikutnya adalah yang kalian
pasti membutuhkannya; yaitu agar kalian meminta surga kepada Allah dan
berlindung kepada-Nya dari neraka. Barangsiapa memberi minum orang
berpuasa maka Allah akan memberinya minum dari telagaku yang tidak akan
pernah haus sampai dia masuk ke dalam surga.” (Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)
Para
sahabat dan salafus-shalih pun senantiasa menyambut bulan Ramadhan
dengan bahagia dan persiapan mental dan spiritual. Diriwayatkan bahwa
Umar bin Khatthab menyambutnya dengan menyalakan lampu-lampu penerang di
masjid-masjid untuk ibadah dan membaca Al-Qur’an. Dan konon, Umar
adalah orang pertama yang memberi penerangan di masjid-masjid. Sampai
pada zaman Ali bin Abi Thalib. Di malam pertama bulan Ramadhan ia datang
ke masjid dan mendapati masjid yang terang itu ia berkata, “Semoga
Allah menerangi kuburmu wahai Ibnul Khatthab sebagaimana engkau terangi
masjid-masjid Allah dengan Al-Qur’an.”
Diriwayatkan
Anas bin Malik bahwa para sahabat Nabi saw jika melihat bulan sabit
Sya’ban mereka serta merta meraih mushaf mereka dan membacanya. Kaum
Muslimin mengeluarkan zakat harta mereka agar yang lemah menjadi kuat
dan orang miskin mampu berpuasa di bulan Ramadhan. Para gubernur
memanggil tawanan, barangsiapa yang meski dihukum segera mereka dihukum
atau dibebaskan. Para pedagang pun bergerak untuk melunasi apa yang
menjadi tanggungannya dan meminta apa yang menjadi hak mereka. Sampai
ketika mereka melihat bulan sabit Ramadhan segera mereka mandi dan
I’tikaf.”
Banyak membaca Al-Qur’an
adalah salah satu kegiatan para salafus-shalih dalam menyiapkan diri
mereka menyambut Ramadhan. Karena Ramadhan adalah bulan dimana Al-Qur’an
diturunkan. Bersedekah dan menunaikan semua kewajiban. Juga menunaikan
semua tugas dan kewajiban sebelum datang Ramadhan. Sehingga bisa
konsentrasi penuh dalam mengisi hari-hari Ramadhan tanpa terganggu oleh
hal-hal lain di luar aktivitas ibadah di bulan suci ini.
Bukan
dengan kegiatan fisik dan materi yang mereka siapkan, namun hati, jiwa,
dan pikiran yang mereka hadapkan kepada Allah. Bukan sibuk dengan
pakaian baru dan beragama makanan untuk persiapan lebaran yang mereka
siapkan, namun semua makanan rohani dan pakaian takwa hingga mendapatkan
janji Ramadhan.
Ibnu Mas’ud Al-Ghifari menceritakan,
“سَمِعْتُ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ -وَأَهَلّ
رَمَضَانَ- فَقَالَ: “لَوْ يَعْلَمُ الْعِبَادُ مَا فِي رَمَضَانَ
لَتَمَنَّتْ أُمَّتِي أَنْ تَكُوْنَ السَّنَةُ كُلُّهَا
رَمَضَانَ”
“Aku
mendengar Rasulullah saw –suatu hari menjelang Ramadhan – bersabda,
“Andai para hamba mengetahui apa itu Ramadhan tentu umatku akan berharap
agar sepanjang tahun itu Ramadhan.”
Marilah
kita singsingkan lengan baju dan kencangkan ikat pinggang untuk
menyambut jenak-jenak Ramadhan yang kian saat kian mendekat. Semoga kita
disampaikan di bulan suci tersebut. Dan kita tidak tahu apakah Ramadhan
kali ini kita mendapatinya. Juga kita tidak tahu apakah ketika
mendapatinya ia menjadi Ramadhan yang terakhir bagi kita. Seperti
tahun-tahun lalu. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar