Minggu, 13 November 2016

ETIKA BERDZIKIR DAN BERDOA


Sesungguhnya dalam berdzikir dan berdoa terdapat etika, adab syar’i yang mesti dilakukan, juga syarat-syarat yang diwajibkan. Tentu saja jika adab dan syarat tersebut dijaga maka doa dan dzikir kita akan memberi dampak tercapainya harapan  yang dipinta. Namun barang siapa tidak menghiraukan etika-etika tersebut maka ia patut mendapatkan tiga perkara; kemarahan Allah, dijauhkan dariNya dan tidak terkabulnya harapan atau doa. Kita memohon perlindungan kepada Allah dari hal ini.

Disini kami akan menyebutkan adab-adab berdoa dan berdzikir serta syarat-syaratnya:

1.                   Mengetahui riwayat dan kebiasaan para Nabi, para Rosul, serta orang-orang shalih ketika hendak meminta agar kebutuhannya terpenuhi oleh Rabbnya. Yaitu mereka bersegera berdiri dihadapan Rabbnya. Mereka membariskan kaki dalam shalat, kemudian mengangkat kedua telapak tangannya, mengalirkan air mata, memulai dengan bertaubat, serta meninggalkan penyimpangan mereka dengan memendam kekhusyu’an dalam hati mereka, sambil penuh rendah diri dan pasrah.

Dilanjutkan mereka menyanjung Rabbnya, mensucikanNya, mengagungkanNya, serta memujiNya. Setelah itu mereka mulai berdo’a dan memohon apa yang mereka kehendaki.
Kisah Nabi Ibrahim ketika akan berdo’a pada QS. Asy Syu’ara’:78-82, beliau menyanjung Rabbnyadengan lima kali sanjungan. Setelah itu Nabi Ibrahim memohon lima kebutuhan QS.Asy Syu’ara’: 83-87. Maka Allah memenuhi kebutuhan beliau kecuali satu perkara (permohonan ampun pada ayahnya).

2.                   Hendaknya berdoa dengan penuh keikhlasan, sangat berharap kepada Allah untuk mengabulkan doanya, takut akan adzabNya, menundukan diri dan dengan kekhusyu’an. (QS. Al Anbiya’: 90)

3.                   Memohon dengan penuh kepastian dan tidak ragu sedikitpun. Nabi bersabda: “Janganlah orang yang berdo’a mengatakan; ‘Ya Allah, rahmatilah saya jika Engkau menghendaki.’ Akan tetapi hendaknya dia bersungguh-sungguh dalam meminta, karena Allah tidak ada yang memaksaNya.”(HR. Bukhari, no.6339 dan Muslim, no.2679)

4.                   Hendaknya memperkuat harapannya kepada Allah yang Maha Mulia. Jangan sampai berputus asa terhadap rahmatNya. Bersabar dan tidak terburu-buru ingin segera di kabulkan. Nabi bersabda: “Doa seseorang dari kalian akan senantiasa dikabulkan selama ia tidak tergesa-gesa hingga mengatakan, ‘saya telah berdoa, namun tidak juga dikabulkan untukku.”

5.                   Hendaknya meminta kebaikan untuk kaum mukminin. “Dan mohonlah ampun bagi dosamu dan dosa orang mukmin laki-laki dan perempuan.” (QS. Muhammad: 19)

6.                   Memulai dengan mentauhidkan Allah. Doa Nabi Yunus (QS. Al Anbiya’:87-88)

7.                   Mengucapkan doanya secara rahasia dan tersembunyi. Sehingga tidak didengar selain Allah. “Berdoalah pada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.” (QS.Al A’raf:55)

8.                   Menguatkan rasa rendah diri dan ketundukan. Menghindari kesombongan dan keangkuhan. (QS. Yusuf: 67)

9.                   Dalam kondisi yang paling sempurna. Menghadap kiblat, menunduk, khusyu’ dan sangat merendahkan diri dihadapanNya. (Qs. Ali Imran: 190-191)

10.               Berdoa terus menerus atau mengulang ulangnya.

11.               Mengangkat tangan dan menghadap kiblat. Dari Abu Musa Al asy’ari dia berkata: “Nabi meminta air dan beliau pun berwudhu dengan air itu. Kemudian beliau tengadahkan kedua tangan nya dan berdoa….” (-Potongan hadits- HR. Al Bukhari, no.4323 dan Muslim, no.2498)

12.               Berdoa dan berdzikir di tempat yang tenang dan bersih (suci). Abu Maisarah berkata, “Dzikir kepada Allah tidak dilakukan kecuali di tempat yang baik.”

13.               Mulutnya bersih (tidak berbau).

14.               Keadaan yang dilarang berdoa dan berdzikir. Ketika sedang buang hajat, saat bersetubuh dengan isterinya, saat khotib sedang berkhutbah, saat mengerjakan shalat.

15.               Mendahulukan menjawab salam saudaranya seiman, menjawab atau mendoakan saudaranya ketika bersin, dan kemudian kembali berdzikir.
 
Allahu ta’ala a’lam bish shawab.

Diringkas dari buku Syarah Hisnul Muslim karya Syaikh Majdi bin Abdul Wahhab Al Ahmad hal.48-69, Penerbit Sukses Publising.

Kunjungi Juga: 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar