Minggu, 08 Januari 2017

BACAAN IFTITAH SHALAT 2-3




(2) سُبحَانَكَ اَللَّهُمَّ وَ بِحَمدِكَ, وَ تَبَارَكَ اسمُكَ, وَ تَعَالَى جَدُّكَ, وَ لَا اِلَهَ غَيرَكَ

2. “Maha suci Engkau ya Allah aku memujiMu, Maha Berkah akan NamaMu, Maha Tinggi akan Kekayaan dan KebesaranMu, tidak ada Ilah (sesembahan) yang berhak di sembah selain Engkau.”
( Empat penyusun kitab Sunan, Abu Dawud, no. 775 dan 776, At Tirmidzi, no. 242 dan 432, An Nasa’I, 2/133, Ibnu Majah, no. 804 dan 806, dan lihat Shahih At Tirmidzi :   1/77 dan Shahih Ibni Majah : 1/135. Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri dan ‘Aisyah)

(وَ بِحَمدِكَ) Menyanjung dan memujiMu.
(وَ تبَاَرَكَ)                : Maha Barokah. Dari kata al barokah yang berarti banyak dan meluas. Jadi makna tabaroka adalah Maha Tinggi dan Maha Agung. keberkahanNya sangat banyak baik di langit maupun di bumi. (Terjemah kitab Syarh Hisnul Muslim, Syaikh Majdi bin Abdul Wahhab Al-Ahmad cetakan Sukses Publising Bekasi).
(وَ تَعَالَى) : Maha Tinggi dan Maha Agung.
(جَدُّكَ)     : KeagunganMu.

(3) وَجَّهتُ وَجهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَ الأرضَ حَنِيفًا وَمَا اَنَا مِنَ المُشرِكِين, اِنَّ صَلاَتِي, وَ نُسُكِي, وَ مَحيَايَ, وَ مَمَاتِي لِلهِ رَبِّ العَالَمِين, لَا شَرِيكَ لَه وَ بِذَلِك أُمِرتُ وَ أنَا مِنَ المُسلِمِينَ. اللَّهُمَّ أنتَ مَالِك لَا اِلَهَ اِلَّا أنتَ. أنتَ رَبِّي وَ أنَا عَبدُكَ, ظَلَمتُ نَفسِي وَاعتَرَفتُ بِذَنبِي فَاغفِرلِي ذُنُوبِي جَمِيعًا اِنَّهُ لَا يَغفِرُ الذُّنُوبَ اِلَّا أنتَ. وَ اهدِنِي لِأحسَنِ الأخلَاقِ لَا يَهدِي لِأحسَنِهَا اِلَّا أنتَ, وَ اصرِف عَنِّي سَيِّئَهَا اِلَّا أنتَ, لَا يَصرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا اِلَّا أنتَ, لَبَّيكَ وَسَعدَيكَ, وَ الخَيرُ كُلُّهُ بِيَدَيكَ, وَ الشَّرُّ لَيسَ اِلَيكَ, أنَا بِكَ وَ اِلَيكَ, تَبَارَكتَ وَ تَعَالَيكَ, أستَغفِرُكَ وَ أَتُوبُ اِلَيكَ

3. “Aku menghadap Tuhan pencipta langit dan bumi, dengan memegang agama yang lurus dan aku tidak tergolong orang yang musyrik. Sesungguhnya shalat, ibadah dan hidup serta matiku adalah untuk Allah Tuhan pengatur alam semesta, tidak ada sekutu bagiNya dan dengan itu aku diperintah dan aku termasuk orang muslim. Ya Allah Engkalah Raja tidak ada sesembahan selain Engkau. Engkau Tuhanku dan aku hambaMu. Aku menganiaya diriku, aku mengakui dosa-dosaku. Oleh karena itu ampuni semua dosaku sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Tunjukanlah aku pada akhlak yang terbaik, tidak akan menunjukannya kecuali Engkau. Hindarkan aku dari akhlak yang buruk, tidak akan ada yang menjauhkannya dariku kecuali Engkau. Aku penuhi panggilanMu dengan kegembiraan, seluruh kebaikan ditanganMu, kejelekan tidak di sandarkan kepadaMu. Aku hidup dengan Rahmat dan PertolonganMu dan kepadaMu aku kembali. Maha suci Engkau dan Maha Tinggi. Aku minta ampun dan bertaubat kepadaMu.” ( Muslim : 1/534, no. 771. Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib. )

(وَجَّهتُ وَجهِيَ) maksudnya: “Saya mengikhlaskan agama dan amal perbuatan saya.” Ada yang mengatakan : “Saya memaksudkan dengan ibadah ini kepada (الَّذِي فَطَرَالسَّمَوَاتِ وَ الأرضَ)Rabb yang menciptakan langit dan bumi."

(حنيفا) yakni dengan lurus dan ikhlas. Maksudnya, cenderung kepada agama yang benar yaitu Islam.
Abu Ubaid berkata :
الحَنِيفِيُّ عِندَ العَرَبِ مَن كَانَ عَلَى دِينِ اِبرَاهِيمَ
“Orang yang hanif (lurus) menurut bangsa Arab adalah orang yang berpegang kepada agama Nabi Ibrohim.”

(المُشرِكُ) dipergunakan untuk setiap orang kafir. Baik yang menyembah berhala dan patung, orang Yahudi, orang Nasrani, orang Majusi, orang murtad, orang zindiq, serta lainnya.
(اِنَّ صَلَاتِي) Sesungguhnya ibadah shalatku.
(و نُسُكِي)                Seluruh taqarrub (pendekatan) yang kulakukan. Ada yang mengatakan sembelihanku.
(وَ مَحيَايَ وَ مَمَاتِي) yakni iman dan amal sholih yang saya datangkan saat masih hidup dan yang saya mati di atasnya. (لِلهِ رَبِّ العَالَمِين) “Untuk Allah, Rabb sekalian alam.”
(ظَلَمتُ نَفسِي) “Saya telah menzhalimi diri saya.” Yaitu dengan menjerumuskan kedalam jurang-jurang kemaksiatan.
(و اعتَرَفتُ بِذَنبِي فَاغفِرلِي ذُنُوبِي جَمِيعًا) “Dan saya mengakui dosa saya maka ampunilah dosa-dosa saya semuanya.” Disini perkataan ini didahulukan atas permohonan maghfiroh, sebagai bentuk sopan santun kepada Allah. Seperti dikatakan Adam dan Hawwa’ di surat Al A’raaf: 23.
(وَ اهدِنِي) “Bimbing dan tunjukan saya)
(لأحسَانِ الأخلَاقِ) “Kepada akhlak yang paling baik dan benar.”
(لَبَّيكَ) Maksudnya, saya senantiasa menetapi ketaatan kepada Engkau.
(وَ سَعدَيكَ) Yakni dengan penuh kegembiraan dan kebahagiaan.
(وَ الشَّرُّ لَيسَ اِلَيك) “Dan keburukan tidak di sandarkan kepada Engkau.”

Dalam masalah ini para Ulama’ berbeda pendapat dalam penafsiran:

Pertama: Sesungguhnya perbuatan buruk tidak digunakan untuk mendekatkan diri kepada Engkau. Inilah pendapat yang paling masyhur.

Kedua: Sesungguhnya keburukan itu tidak naik kepada Engkau.

Ketiga: Keburukan tidak pernah disandarkan kepadaMu, sebagai bentuk sopan santun kita. Sehingga tidak dikatakan: “Wahai pencipta keburukan !” meski Dia yang menciptakannya.

Keempat: Keburukan itu bukan suatu keburukan jika kita melihat kepada hikmahMu. Karena Engkau tidak pernah menciptakan apa pun secara sia-sia. Dam imilah pendapat yang paling kuat. 

Allahu a’lam.
(اَنَا بِكَ وَ اِلَيكَ) yakni kepada Engkaulah saya memohon perlindungan, kepada Engkaulah saya memohon pemeliharaan, dan hanya karena Engkau saya hidup dan mati. Hanya kepada Engkau tempat kembali dan berpulang.

(Terjemah kitab Syarh Hisnul Muslim, Syaikh Majdi bin Abdul Wahhab Al-Ahmad cetakan Sukses Publising Bekasi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar